Subscribe RSS

Bibit yg membeku
sekian lama terkubur jauh dalam tanah
kini tumbuh perlahan
dengan pasti pucuk'a meraih matahari
sang pemberi kehangatan
sedang akar'a semakin kokoh mencengkram bumi
berdiri tegar tuk tetap hidup
hidup dan menikmati siraman kasih sayang
serta memberi kesegaran pada dunia

Baca lebih lanjut.........
Category: | 1 Comment

Saat q jauh dari mu
Rasa di dada seakan ingin meledak
Tiap q ingat dirimu
Dan rasa rindu itu muncul
Saat q dekat denganmu
Sulit tuk jauhkan pandanganq darimu
Meski q terpaksa menyendiri di sudut tergelap
Untuk mendapat kesempatan itu
Dan saat q dekat denganmu
Sulit diri ini berpikir jernih
Hanya tuk menahanmu saja q tak sanggup
Apalagi memegang hatimu
Yang bagaikan tar tersentuh
Cinta untukmu
Tumbuh dari puing2 masa lalu
Yang telah membunuh kepercayaanq akan arti cinta
Cinta padamu
Adalah hal paling menakjubkan
Dan akan menjadi sebuah keajaiban
Jika cinta itu bisa terus hidup
Dengan kau berikan cintamu padaq



Baca lebih lanjut.........
Category: , | 0 Comments

Genix POV
Dia : 'Carl, alay itu apa?'
Aku : 'Alay itu anak layangan, bisa dibilang anak lebay.'
Dia : 'Maksudnya?'
Aku : 'Contoh sederhananya ngetik huruf gede kecil.'
Dia : 'Owh..' (diem)
Aku : 'Kenapa diam?'
Dia : 'Gak kenapa-napa..' (makin diem)
Aku : (karena didiamkan, iseng buka fb dan lihat status dia ditulis persis seperti yang aku sebutkan tadi)

Krik.. Krik.. Krik..

Baca lebih lanjut.........

Awan terlihat mendung disertai angin yang sangat kencang, sepertinya akan turun hujan besar sore ini. Ku pacu motorku dengan kencang untuk mencari tempat berteduh. Akan tetapi sepanjang jalan tak terlihat satu pun.rumah atau tempat yang dapat digunakan untuk berteduh. Tentu saja hal ini wajar karena jalan ini berada di Hutan Lindung.
Hujan mulai turun disertai petir yang menggelegar. Dengan sedikit mengutuk dalam hati kupercepat laju motor. Bandanku mulai menggigil karena T-Shirt yang kugunakan telah basah kuyup terkena air hujan, ya jangankan membawa jas hujan, membawa jacket saja tidak. Kusesali kebodohanku ini.
Mendadak motor mulai oleng. Dengan susah payah ku jaga keseimbangan akan tetapi tetap saja akhirnya motorku jatuh dan aku pun tersungkur ke jalan
Sambil mengeluarkan sumpah serapah aku berusaha untuk berdiri. Kurasakan tubuhku sakit di beberapa bagian.
Saat hendak mengambil motor, tanpa sengaja kulihat ada sebuah danau dan dipinggirnya ada sebuah gubuk tak berdinding di balik pepohonan. Dengan semangat kutuntun motor untuk mendekati gubuk itu. Motor disimpan di dekat gubuk dan aku langsung masuk kedalamnya.
Meskipun gubuk itu dapat melindungiku dari hujan, tapi tidak dari angin yang berhembus kencang dari pinggir dan terus menerpa kulit hingga terasa seperti tersayat.
Aku tidak tahu sampai kapan dapat bertahan dari udara dingin yang menyiksa ini, kemudian teringat olehku ada sesuatu yang dapat menghangtkan tubuhku di dalam bagasi motor. Dengan segera kubuka bagasi motor dan mengambil sebuah kantung plastik hitam yang berisi sebuah botol gepeng. Dengan tersenyum aku segera kembali kedalam gubuk.
Kubuka tutup botol itu dan kutegug beberapa kali isinya. Rasa hangat mulai mengalir di tubuhku ini. Dengan tersenyum puas aku bersyukur membawa benda ini.
Setelah merasa benar-benar hangat, aku mulai melihat sekeliling. Mataku mulai menyusuri danau itu dan tanpa sengaja aku melihat suatu pemandangan aneh. Di pinggir danau tidak jauh dari tempatku berada berdiri seorang wanita. Wajahnya menghadap ke atas sedangkan matanya terpejam. Ia seperti sedang menikmati turunnya hujan. Wanita yang aneh. Akupun hendak mengacuhkannya saat kedua matanya mulai terbuka dan kulihat kedua mata itu begitu indah. Entah mengapa saat itu pula aku merasakan perasaan aneh.
Secara refleks aku melihat sekeliling gubuk untuk mencari benda yang dapat digunakan untuk melindungiku dan wanita itu dari terpaan hujan. Memang aneh tapi saat itu aku benar-benar merasa bersemangat.
Kutemukan sebuah payung yang tergeletak di dekat tiang penyangga gubuk. Aneh, perasaan tadi tidak ada, atau aku yang tidak melihatnya? Aaah, sudahlah, aku tidak ambil pusing. Segera kuambil payung itu dan langsung mendekati wanita aneh itu.
”Hi,” sapaku setelah berada di dekatnya serta memayunginya.
Ia menengadahkan wajahnya untuk melihatku lebih jelas karena memang aku lebih tinggi darinya. Jantungku sedikit berdesir ketika mata kami bertemu pandang. Setelah kuperhatikan wajahnya cukup manis kalau tidak bisa di bilang sangat manis. Tatapan dan ekspresi wajahnya sangat polos.
Setelah cukup lama bertatapan ia memalingkan wajahnya tanpa menjawab sapaanku tadi. Hal ini justru membuatku semakin penasaran.
”Wah sombongnya tidak membalas salam dari seseorang,” kataku lagi.
”Siapa kamu?” tanyanya. Diluar dugaan suaranya begitu dingin.
”Namaku Herman, kamu?”
”Ada urusan apa kamu kesini?”
”Aku singgah hanya untuk berteduh di sini.”
Setelah itu ia tidak bertanya kembali. Terjadi keheningan yang cukup lama. Aku tidak habis pikir dengan gadis ini dan sikap anehnya.
”Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu tapi kau sama sekali tak menjawab pertanyaan dariku.” ucapku sedikit memprotes.
Ia kembali menatapku. Apakah ia marah dengan ucapanku tadi? Tapi saat kulihat wajahnya, bukan ekspresi marah yang tersirat, akan tetapi ekspresi keheranan.
“Apakah penting bagimuuntuk mendengar jawaban dariku?” lagi-lagi ia malah bertanya.
“Bukankah tidak sopan untuk tidak menjawab pertanyaan orang?”
“Kau mau mengajariku tatakrama?”
“Hanya memberitahu.”
“Aneh sekali seseorang yang meminum alkohol mengajariku tatakrama.”
Aku sedikit jengah mendengar perkataanya tadi.
”Aku meminumnya hanya untuk menghangatkan diri ditengah cuaca dingin ini,” belaku.
Ia sedikit mendengus.
”Kalau tidak di sini kau pasti meminumnya di tempat lain,” ucapnya seraya sedikit mencibirku.
Aku terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata apa.
”Sudahlah jangan di bahas, ayo berteduh di gubuk itu. Kau bisa sakit bila berada di bawah hujan lebat,” kataku berusaha mengalihkan pembicaraan yang tidak mengenakan ini.
”Kau saja, aku ingin berada di sini.”
“Keras kepala sekali kamu ini, tak usah takut, aku tidak akan melakukan apa-apa,” dan yang kukatakan itu benar karena aku sangat menghargai seorang perempuan meskipun aku ini pemabuk.
Ia menatap mataku lagi dan sepertinya ia menemukan kebenaran dari kata-kataku tadi. Tapi ia kembali mendengus.
“Mungkin sekarang tidak, tetapi setelah beberapa kali teguk lagi tak ada jaminan kau tidak dirasuki setan.”
“Kau ini sungguh penakut,” kemudian aku berpikir sejenak. “Baiklah, untuk memperlihatkan kesungguhanku, aku akan membuang minuman ini.”
Aku mengeluarkan botol minuman itu dari saku celanaku karena memang tadi sebelum menghampiri wanita ini aku memasukannya kedalam saku celana. Sejenak aku bimbang dan menimang-nimang botol itu kemudian dengan berat kulemparkan kedalam danau.
“Nah, kau sudah percaya kan?” meskipun dalam hati aku sedikit menggerutu. Sekarang apa yang bisa menolongku melawan udara dingin yang menerpa.
”Kau tidak seharunya mengotori danau dengan membuang sesuatu kedalamnya, apalagi minuman kotor itu.”
”Lain kali akan kubuang ke tempat yang seharusnya,” jawabku. Disaat seperti ini dia masih mengkhawatirkan kebersihan lingkungan.
”Sebenarnya kau cukup berjanji tidak meminumnya dan biarkan aku mengawasi-mu. Dengan begitu masih ada kesempatan bagimu untuk meminumnya barang seteguk bila memang udara kelewat dingin.”
”Oh ya kau benar,” aku sedikitnya mendongkol karena diajari sedemikian rupa oleh gadis yang bahkan belum aku ketahui siapa namanya. Meskipun begitu aku dengan terpaksa menerima perkataannya dan bertambahlah penyesalanku.
”Nah, ayo sekarang kita ke gubuk,” ajak gadis itu.
”Akhirnya kau mau juga untuk berteduh, apa jangan-jangan kau mulai kedinginan?” aku sedikit menggodanya.
”Justru aku mengajakmu ke gubuk karena aku kasihan, kau kelihatan mulai menggigil,” katanya seranya merjalan mendahuluiku ke gubuk, tentu saja tanpa teduhan payung dariku.
Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan sambil menatapnya berjalan ke ahar gubuk. Dengan segera aku menyusulnya karena memang aku mulai menggigil.
”Nah, maukah sekarang kamu menyebutkan.nama?” tanyaku setelah mencapai gubuk dan duduk berhadapan dengannya.
”Mariana,” jawabnya singkat.
”Mariana, boleh aku memanggilmu Ana supaya singkat?”
”Panggil namaku dengan penuh,” katanya.
”Baiklah, Mariana,” kataku sambil menggaruk kepala, kebiasaanku bila benar-benar keheranan. ”Kenapa kamu berada di sini dan malah berdiri di bawah hujan alih-alih berteduh?”
”Aku suka hujan,” jawabnya, kali ini tanpa ekspresi sedangkan tadi nadanya begitu dingin.
”Hanya itu?”
”Ya.”
”Baiklah, dari mana kau berasal?”
”Dari Kota tetangga.”
”Kukira kau tidak punya rumah, atau malah penunggu hutan ini,” aku tertawa sedikit karena leluconku tapi langsung kuhentikan ketika melihat Mariana tidak tertawa sedikitpun. ”Tapi kenapa kau tidak berada di rumahmu saat hujan begini? Bahkan bisa di bilang hutan ini begitu jauh dari rumahmu.”
”Kami sekeluarga hendak berwisata, tapi mobil kami terhenti disini,” jawabnya dingin.
”Baiklah kenapa kau tidak bersama keluargamu dan malah di sini? Aapa jangan-jangan kau tersesat dan terpisah dari keluargamu? Biar aku bantu kamu menemukan keluargamu setelah hujan reda.”
”Tidak usah, aku tidak tersesat,”
”Lalu kenapa dengan anggota keluargamu yang lain?”
”Mereka sudah pulang,” entah mengapa ada sedikit nada iri di suaranya kali ini.
”Keluarga macam apa itu meninggalkan anggota keluarganya di hutan seperti ini,” kataku dengan geram.
”Jangan salahkan mereka, mereka sudah tidak mempunyai urusan di sini sedangkan aku masih ada hal yang harus di selesaikan.”
”Maksudmu? Apa urusanmu sebegitu pentingnya hingga rela ditinggal di tempat seperti ini?” aku semakin tidak mengerti dengan Mariana.
”Ya. Bila tidak aku juga sudah pulang.”
”Kalau begitu biarkan aku juga membantumu,” kataku dengan bersungguh-sungguh.
”Kau pria yang baik Herman, tapi kau tak perlu membantuku.” nadanya sedikit lembut sekarang.
”Aku bersungguh-sungguh ingin membantumu Mariana,” kataku sambil sedikit mencondongkan tubuh ke arah Mariana.
”Urusanku tidak boleh dicampuri oleh orang lain!” sekarang nadanya menjadi tegas, begitu pula dengan tatapan matanya.
”Baiklah kalau begitu,” kataku sembari kembali ketempat semula dengan sedikit lesu.
”Terima kasih kau sudah mau mengerti,” nadanya kembali lembut. ”Hujan sudah reda, pulanglah!”
”Baiklah, aku pergi dulu,” kataku sambil beranjak.
Aku sudah tahu bahwa tidak ada gunanya menawarkan untuk menemani Mariana. Setiap kata-katanya bisa dibilang perintah dan tak ada gunanya untuk menentang.
”Semoga kita bisa bertemu lagi,” kataku setelah duduk di atas motor dan siap berangkat.
”Kuharap tidak karena itu berarti urusanku belum selesai,” dan dengan sedikit terkejut sekaligus senang aku melihatnya tersenyum. ”Satu saranku Heerman, berhentilah minum, pria sebaik dirimu tidak sepantasnya melakukan hal sepereti itu.”
”Baiklah Mariana,” ucapku sambil membalas senyumnya, dan akupun berangkat.
Dengan segera jalan yang lurus di hutan tadi berganti dengan jalan berkelok khas pengunungan, ditambah dengan jurangnya. Aaku mengendarai motor dengan hati-hati karena daerah ini rawan kecelakaan.
Kulihat penghalang jalan telah rusak, pastilah ditabrak oleh kendaraan dan kendaraan apapun itu pasti jatuh kejurang yang lumanyan dalam itu dan pengendaranya kecil kemungkinan bisa selamat.

---------------------------------------------------
Tambahan dari penulis : ini merupakan pembukaan project novel yang sedang saya buat dengan tema misteri romantis. Mohon kritik dan sarannya agar saya bisa memperbaiki gaya kepenulisan saya kedepannya.

Baca lebih lanjut.........

Well.. well.. well.. Selamat datang di blog saya ini^^
Seperti judulnya, ini merupakan blog yang saya dedikasikan untuk memuat berbagai karangan saya, seperti cerpen, puisi, dan sebagainya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa saya akan memuat berbagai informasi lainnya.
Yah, namanya juga sekedar perkenalan.. tidak usah panjang-panjang bukan.. jadi selamat membaca artikel-artikel yang saya muat di blog ini

Baca lebih lanjut.........
Category: | 0 Comments

Related Post

Related Posts by Categories